Kisah Anak Penyemir Sepatu

Adalah seorang Bapak yang berprofesi sebagai pengusaha. Setiap hari Bapak ini harus menyeberang sungai dengan sebuah kapal kecil untuk menuju ke kantornya. Sebelum pergi, biasanya ia mampir di sebuah kedai yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan itu untuk minum kopi. Di sekitar kedai itu ada beberapa anak kecil yang menawarkan jasa semir sepatu kepada pria-pria yang sedang duduk menikmati hangatnya kopi pagi.

Bapak inipun memanggil seorang anak kecil untuk menyemir sepatunya. "Nak, mari datang kemari. Tolong semirkan sepatu Bapak ya?" Anak kecil itupun datang menghampiri Bapak ini dan dengan penuh semangat mulai menyemir sepatunya. Dari mata anak itu terpancar betapa senangnya ia melakukan pekerjaan itu untuk Bapak ini. Setelah selesai, sejumlah uangpun diberikan kepadanya, dan anak itu mengucapkan terima kasih.

Keesokan harinya, ketika Bapak ini baru saja turun dari kapal kecil yang ditumpanginya, dari kejauhan anak itu segera berlari mendapatkan Bapak ini. Dengan senang hati ia membantu membawa tas Bapak ini sampai ke kedai kopi. Sementara Bapak ini menikmati hangatnya kopi pagi, anak kecil itu menyemir sepatunya sampai mengkilap. Seperti biasanya, setelah anak itu selesai menyemir sepatu, Bapak ini kemudian memberikan sejumlah uang kepadanya.

Kejadian ini terus saja berulang sampai suatu pagi terjadi suatu hal yang tidak seperti biasanya. Pagi itu, ketika anak kecil ini melihat sang Bapak turun dari kapal, dengan sekuat tenaganya ia berlari mendapatkannya dan membawa tasnya sampai ke kedai kopi. Ia membuka sepatu Bapak ini dengan tangannya sendiri dan kemudian menyemir sepatunya sampai mengkilap. Dari sorot matanya yang polos, ia melakukannya dengan penuh antusias. Setelah selesai, Bapak ini kemudian mengeluarkan sejumlah uang dari kantongnya untuk memberikannya kepada anak itu. Tapi reaksinya sungguh berbeda. Anak itu menolak pemberian Bapak ini.

Bapak ini kaget. ‘Apa yang terjadi? Apa ia tidak membutuhkan uang?', tanya Bapak itu dalam hatinya. Kemudian dengan lembut Bapak ini bertanya sambil menatap wajah anak itu, "Nak, kenapa kamu tidak mau mengambil uang ini? Apakah kamu tidak membutuhkannya?" Dengan mata berkaca-kaca anak kecil tersebut menjawab, "Pak, saya ini anak yatim piatu. Saya hidup di jalanan. Kedua orang tua saya sudah lama meninggal. Saya belum pernah merasakan bagaimana kasih sayang orang tua. Tetapi ketika kita pertama berjumpa dan Bapak memanggil saya dengan sebutan, ‘Nak, mari datang kemari', sewaktu Bapak memanggil saya ‘Nak', saya merasa seperti anak Bapak. Saya merasa memiliki ayah lagi. Oleh sebab itu saya tidak mau lagi mengambil uang yang Bapak berikan kepada saya. Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Kemudian sambil menangis, sambil memegang bahu anak itu dan memandang wajahnya, Bapak itu bertanya, "Nak, maukah mulai saat ini juga kamu tinggal bersama saya dan menjadi anak saya?" Sambil memeluk erat Bapak itu anak ini menjawab, "Ya, Pak. Saya mau!"

Bukankah demikian dengan kita? Ketika kita sebagai anak yang terhilang, Tuhan datang sebagai Bapa yang baik menghampiri dan memanggil kita, "Nak, mari datang kemari!" Saat suara itu memanggil, kita merasakan kembali kasih Bapa. Ketika kita merasakan kasihNya yang besar, kasih tanpa batas dan tanpa syarat itu, kasih Bapa itu pula yang dapat membuat kita berkata seperti anak kecil itu, "Mulai sekarang, tidak ada satupun yang tidak ingin saya buat bagi Bapak. Semuanya saya mau lakukan untuk menyenangkan hati Bapak."

Alkisah 3 Pohon

Alkisah, ada tiga pohon di dalam hutan. Suatu hari, ketiganya saling menceritakan mengenai harapan dan impian mereka.

Pohon pertama berkata, "Kelak aku ingin menjadi peti harta karun. Aku akan diisi dengan emas, perak dan berbagai batu permata dan semua orang akan mengagumi keindahannya."

Kemudian pohon kedua berkata, suatu hari kelak aku akan menjadi kapal yang besar. Aku akan mengangkut raja-raja dan berlayar ke ujung dunia. Aku akan menjadi kapal yang kuat dan setiap orang merasa aman berada dekat denganku.

Akhirnya pohon ke tiga berkata, Aku ingin tumbuh menjadi pohon yang tertinggi di hutan di puncak bukit. Orang-orang akan memandangku dan berpikir betapa aku begitu dekat untuk menggapai surga dan Tuhan. Aku akan menjadi pohon terbesar sepanjang masa dan orang akan mengingatku.

Setelah beberapa tahun berdoa agar impian terkabul, sekelompok penebang pohon datang dan menebang ketiga pohon itu. Pohon pertama dibawa ke tukang kayu. Ia sangat senang sebab ia tahu bahwa ia akan dibuat menjadi peti harta karun. Tetapi doanya tidak menjadi kenyataan karena tukang kayu membuatnya menjadi kotak tempat menaruh makan ternak. Ia hanya diletakkan di kandang dan diisi jerami.

Pohon ke dua dibawa ke galangan kapal. Ia berpikir bahwa doanya menjadi kenyataan. Tetapi ia dipotong-potong dan dibuat menjadi sebuah perahu nelayan kecil. Impiannya untuk menjadi kapal besar untuk mengangkut raja-raja telah berakhir.

Pohon ketiga dipotong menjadi potongan-potongan kayu besar dan dibiarkan teronggok dengan gelap. Tahun demi tahun berlalu, dan ketiga pohon itu telah melupakan impiannya. Kemudian suatu hari, sepasang suami-istri tiba di kandang.

Sang istri melahirkan dan meletakkan bayinya di atas tumpukan jerami di kotak makanan ternak yang dibuat dari pohon pertama. Orang-orang datang menyembah bayi itu. Akhirnya pohon pertama sadar bahwa didalamnya diletakkan harta terbesar sepanjang masa.

Bertahun-tahun kemudian, sekolompok laki-laki naik ke atas perahu nelayan yang dibuat dari pohon ke dua. Ditengah danau, badai besar datang DAN pohon kedua berpikir bahwa ia tidak cukup kuat untuk melindungi orang-orang didalamnya. Tetapi salah seorang laki-laki itu berdiri dan berkata, "DIAM!"
Tenanglah! dan badaipun berhenti. Ketika itu, tahulah bahwa ia telah mengangkut Raja diatas segala raja.

Akhirnya, seorang datang dan mengambil pohon ke tiga. Ia dipikul sepanjang jalan sementara orang-orang mengejek lelaki yang memikulnya. Laki-laki ini kemudian dipakukan di kayu ini dan mati di puncak bukit. Akhirnya pohon ketiga sadar bahwa ia demikian dekat dengan Tuhan, karena Yesus yang disalibkan padanya.

Ketika keadaaan tidak seperti yang engkau inginkan, ketahuilah Tuhan memiliki rencana untukmu. Ketiga pohon mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Tetapi tidak dengan cara seperti yang mereka bayangkan. Kita tidak selalu tahu apa rencana Tuhan bagi kita. Kita hanya tahu bahwa jalan-NYA bukanlah jalan kita, tetapi jalan-NYA adalah yang terbaik.

Memberi dalam Kekurangan

Markus 12:44 Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."

Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Melihat itu Yesus memanggil murid-muridnya dan berkata bahwa persembahan janda tersebut lebih banyak dari persembahan orang-orang kaya itu. Pernyataan Tuhan itu sungguh kontroversi dengan kenyataan yang ada. Bagaimana mungkin Yesus berkata persembahan janda miskin itu jauh lebih besar dari pada persembahan orang kaya padahal secara fakta nilai uang yang di berikan oleh orang kaya jauh lebih besar dari pada yang di berikan janda miskin.

Begitulah cara berpikir Tuhan. Tuhan tidak berpikir seperti cara dunia ini. Tuhan tidak menilai seperti dunia ini menilai. Dunia menilai dari apa yang kelihatan sementara Tuhan menilai berdasarkan ketulusan dan kerelaan. Mengapa Tuhan Yesus menyatakan persembahan janda miskin jauh lebih besar di bandingkan persembahan orang kaya? Itu karena janda miskin memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yakni seluruh nafkahnya, sementara si orang kaya memberi dari kelebihannya. Memang secara nilai orang kaya memberi lebih besar dari janda miskin tetapi apa yang di berinya itu mungkin hanya sepersejuta dari hartanya.

Point utama dari dari kisah ini adalah Yesus lebih mengingat dan tertarik pada persembahan janda miskin. Hal ini dapat menjadi satu pelajaran yang indah bagi kita yaitu jika ingin memberi pada pekerjaan Tuhan jangan menunggu sampai mempunyai banyak uang dulu. Tuhan tidak menilai angka yang kita berikan, Tuhan menilai ketulusan hati kita.

Ada orang yang berkata, bagaimana mungkin saya bisa memberi sementara saya saja masih kekurangan? Benar, kalau dipikir secara logika orang tersebut tidak bisa di salahkan karena fakta hitung-hitungan memang demikian. Itulah kalau akal yang berbicara. Tetapi bagaimana dengan janda miskin itu? Tuhan Yesus berkata bahwa ia memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberikan seluruh yang ada padanya. Lalu apakah janda itu bodoh sehingga tidak berpikir panjang? Tidak, saya yakin bahwa ibu janda itu bukanlah seorang yang bodoh. Dia pasti sempat berpikir bagaimana keadaannya selanjutnya bahwa ia tidak akan memiliki uang lagi untuk makan. Tetapi ia tidak mau di kuasai oleh pikirannya, ia tidak mau di kuasai oleh kekuatiran, jika nenek moyangnya saja yang belum memberikan apa-apa kepada Tuhan tetapi di pelihara oleh Tuhan di padang gurun dengan menurunkan roti manna dari surga, apalagi dia yang sudah mempersembahkan seluruh yang ada padanya, Tuhan pasti akan lebih lagi memelihara dia. Itulah iman.

Lukas 12:29-31 Jadi, janganlah kamu mempersoalkan apa yang akan kamu makan atau apa yang akan kamu minum dan janganlah cemas hatimu. Semua itu dicari bangsa-bangsa di dunia yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu tahu, bahwa kamu memang memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu.

Suatu ketika Elia Tuhan perintahkan untuk pergi ke Sarfat ke rumah seorang janda miskin. Sampai disana Elia meminta kepada janda tersebut supaya di buatkan roti bundar untuk dimakan. Lalu janda miskin itu berkata bahwa tepung dan minyak yang ada padanya hanya tinggal itu saja, cukup untuk sekali makan saja. Setelah itu tidak ada lagi maka ia dan anaknya akan mati kelaparan. Itu dapat kita lihat pada ayat dibawah:

I Raja-Raja 17:12 Perempuan itu menjawab: "Demi TUHAN, Allahmu, yang hidup, sesungguhnya tidak ada roti padaku sedikit pun, kecuali segenggam tepung dalam tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Dan sekarang aku sedang mengumpulkan dua tiga potong kayu api, kemudian aku mau pulang dan mengolahnya bagiku dan bagi anakku, dan setelah kami memakannya, maka kami akan mati."

Tetapi Elia tetap meminta janda itu untuk membuat roti baginya seraya berkata bahwa Tuhan akan memelihara mereka. Ibu janda itu percaya kepada janji-janji Tuhan yang disampaikan oleh nabi Elia. Ia mengalahkan logikanya dengan iman. Ia menyerahkan hidupnya kepada Tuhan bahwa Tuhan sanggup memelihara dan memenuhi kebutuhannya. Benar saja, ketika ia taat pada firman Tuhan maka tepung dan minyak itu tidak habis sampai masa kelaparan berlalu.

I Raja-Raja 17:15-16 Lalu pergilah perempuan itu dan berbuat seperti yang dikatakan Elia; maka perempuan itu dan dia serta anak perempuan itu mendapat makan beberapa waktu lamanya. Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.

Kisah ini mengingatkan saya pada suatu kejadian yang terjadi kira-kira hampir 3 tahun yang lalu. Ada seorang ibu janda datang kerumah meminta uang kepada kami untuk ongkos perjalanan ke suatu kota karena di kota itu anaknya sudah mendapat pekerjaan. Ibu ini adalah seorang janda yang sangat susah dan biasanya paling tidak sebulan sekali saya beserta istri datang ke rumahnya mengantar sedikit bahan makanan seperti beras dan kebutuhan pokok lainnya, tetapi kali ini dia yang datang. Jujur, pada saat itu kami tidak memiliki uang. Justru pada saat itu kami juga sedang berada dalam kesulitan karena baru membayar kontrakan rumah. Istri saya sudah memberi penjelasan kepada ibu itu bahwa saat ini kami benar-benar tidak punya uang bahkan untuk membeli susu anak saja tidak cukup lagi sambil menunjukkan dompetnya yang hanya berisi beberapa lembar uang ribuan untuk menunjukkan bahwa kami benar-benar tidak punya uang. Itu hal yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya dan sebenarnya tidak etis untuk dilakukan. Namun dengan menangis si ibu itu tetap memohon kepada kami dengan alasan hanya kamilah yang di harapkannya karena orang lain tidak ada yang mau menolongnya bahkan ia memberikan kain gorden rumahnya yang sudah kusam.

Melihat itu saya dan istri terenyuh, Istri bertanya kepada saya ada berapa uang di dompet saya. Saya pergi kekamar, saya lihat di dalam dompet saya hanya ada uang beberapa puluh ribu, tidak sampai seratus ribu. Dengan menangis saya berdoa kepada Tuhan apa yang harus saya lakukan. Apakah saya harus menyerahkan uang itu padahal tinggal itulah uang kami. Dengan lembut ada suara di hati saya yang berkata, “berikan saja, jangan kuatir akan apa yang kamu makan dan minum. Tuhanmu akan memenuhi segala keperluanmu”. Akhirnya uang itu kami berikan, yang tersisa di dompet saya hanya tinggal sepuluh ribu rupiah itupun untuk beli bensin motor yang biasa saya pakai untuk bekerja. Kami hanya mengimani bahwa kami tidak akan kelaparan dan meminta-minta. Dan benar Tuhan menepati janjinya, besoknya kami memperoleh uang yang jumlahnya jauh lebih besar dari yang kami berikan.

Oleh sebab itu jika ingin memberi janganlah menunggu sampai memiliki banyak uang dulu, jika saat ini saudara di gerakkan untuk memberi, berilah dengan tulus. Ingat, Tuhan sangat memperhatikan orang yang memberi dari kekurangannya dari pada orang yang memberi dari kelebihannya. Tuhan tidak melihat besar yang kita beri, tetapi Tuhan melihat seberapa besar hati kita memberi. Percayalah bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita menjadi orang yang meminta-minta.

Mazmur 37:25 Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;

Pelayan yang Baik Hati

Bertahun-tahun dahulu, pada malam hujan badai, seorang laki-laki tua dan istrinya masuk ke sebuah lobby hotel kecil di Philadelphia. Mencoba menghindari hujan, pasangan ini mendekati meja resepsionis untuk mendapatkan tempat bermalam.

"Dapatkan anda memberi kami sebuah kamar disini ?" tanya sang suami.

Sang pelayan, seorang laki-laki ramah dengan tersenyum memandang kepada pasangan itu dan menjelaskan bahwa ada tiga acara konvensi di kota.

"Semua kamar kami telah penuh," pelayan berkata. "Tapi saya tidak dapat mengirim pasangan yang baik seperti anda keluar kehujanan pada pukul satu dini hari. Mungkin anda mau tidur di ruangan milik saya ? Tidak terlalu bagus, tapi cukup untuk membuat anda tidur dengan nyaman malam ini."

Ketika pasangan ini ragu-ragu, pelayan muda ini membujuk. "Jangan khawatir tentang saya. Saya akan baik-baik saja," kata sang pelayan. Akhirnya pasangan ini setuju.

Ketika pagi hari saat tagihan dibayar, laki-laki tua itu berkata kepada sang pelayan, "Anda seperti seorang manager yang baik yang seharusnya menjadi pemilik hotel terbaik di Amerika. Mungkin suatu hari saya akan membangun sebuah hotel untuk anda." Sang pelayan melihat mereka dan tersenyum. Mereka bertiga tertawa. Saat pasangan ini dalam perjalanan pergi, pasangan tua ini setuju bahwa pelayan yang sangat membantu ini sungguh suatu yang langka, menemukan sesorang yang ramah bersahabat dan penolong bukanlah satu hal yang mudah.

Dua tahun berlalu. Sang pelayan hampir melupakan kejadian itu ketika ia menerima surat dari laki-laki tua tersebut. Surat tersebut mengingatkannya pada malam hujan badai dan disertai dengan tiket pulang-pergi ke New York, meminta laki-laki muda ini datang mengunjungi pasangan tua tersebut. Laki-laki tua ini bertemu dengannya di New York, dan membawa dia ke sudut Fifth Avenue and 34th Street. Dia menunjuk sebuah gedung baru yang megah di sana, sebuah istana dengan batu kemerahan, dengan menara yang menjulang ke langit.

"Itu," kata laki-laki tua, "adalah hotel yang baru saja saya bangun untuk engkau kelola".

"Anda pasti sedang bergurau," jawab laki-laki muda.

"Saya jamin, saya tidak," kata laki-laki tua itu, dengan tersenyum lebar.

Nama laki-laki tua itu adalah William Waldorf Astor, dan struktur bangunan megah tersebut adalah bentuk asli dari Waldorf-Astoria Hotel.

Laki-laki muda yang kemudian menjadi manager pertama adalah George C. Boldt. Pelayan muda ini tidak akan pernah melupakan kejadian yang membawa dia untuk menjadi manager dari salah satu jaringan hotel paling bergengsi di dunia.

Pelajarannya adalah; perlakukanlah semua orang dengan kasih, kemurahandan hormat, dan anda tidak akan gagal. Yoh 13:13-17, Luk 22:26

Perangkap Tikus

Seekor tikus mengintip celah di tembok untuk mengamati sang petani dan isterinya, saat membuka sebuah bungkusan. Ada makanan pikirnya? Tapi, dia terkejut sekali, ternyata bungkusan itu berisi perangkap tikus. Lari kembali ke ladang pertanian itu, tikus itu menjerit memberi peringatan;
"Awas, ada perangkap tikus di dalam rumah, hati-hati, ada perangkap tikus di dalam rumah!"
Sang ayam dengan tenang berkokok dan sambil tetap menggrauki tanah, mengangkat kepalanya dan berkata,
"Ya maafkan aku Pak Tikus. Aku tahu ini memang masalah besar bagi kamu, tapi buat aku secara pribadi tak ada masalahnya. Jadi jangan buat aku sakit kepala-lah."

Tikus berbalik dan pergi menuju sang kambing. Katanya, "Ada perangkap tikus di dalam rumah, sebuah perangkap tikus di rumah!"

"Wah, aku menyesal dengan khabar ini," si kambing menghibur dengan penuh simpati, "Tetapi tak ada sesuatu pun yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Yakinlah, kamu senantiasa ada dalam doa-doaku!"

Tikus kemudian berbelok menuju si lembu.
"Oh? Sebuah perangkap tikus?
Jadi saya dalam bahaya besar yah?"
kata lembu itu sambil ketawa, berleleran liur.

Jadi tikus itu kembalilah ke rumah, dengan kepala tertunduk dan merasa begitu patah hati, kesal dan sedih, terpaksa menghadapi perangkap tikus itu sendirian. Ia merasa sungguh-sungguh sendiri.

Malam tiba, dan terdengar suara bergema di seluruh rumah, seperti bunyi perangkap tikus yang berjaya menangkap mangsa. Isteri petani berlari pergi melihat apa yang terperangkap. Di dalam kegelapan itu dia tak bisa melihat bahwa yang terjebak itu adalah seekor ular berbisa. Ular itu sempat mematuk tangan isteri petani itu. Petani itu bergegas membawanya ke rumah sakit.

Si istri kembali ke rumah dengan tubuh menggigil, demam. Dan, sudah menjadi kebiasaan, setiap orang sakit demam, obat pertama adalah memberikan sup ayam segar yang hangat. Petani itu pun mengasah pisaunya, dan pergi ke kandang, mencari ayam untuk bahan supnya.

Tapi, bisa itu sungguh jahat, si istri tak langsung sembuh. Banyak tetangga yang datang membesuk, dan tamu pun tumpah ruah ke rumahnya. Ia pun harus menyiapkan makanan, dan terpaksa, kambing di kandang dia jadikan gulai.

Tapi, itu tak cukup, bisa itu tak dapat ditaklukkan. Si istri mati, dan berpuluh orang datang untuk mengurus pemakaman, juga selamatan. Tak ada cara lain, lembu di kandang pun dijadikan panganan, untuk puluhan pelayat dan peserta selamatan.
Kawan, apabila kamu dengar ada seseorang yang menghadapi masalah dan kamu pikir itu tidak ada kaitannya dengan kamu, ingatlah bahwa apabila ada "perangkap tikus" di dalam rumah, seluruh "ladang pertanian" ikut menanggung resikonya.

Sikap mementingkan diri sendiri lebih banyak keburukan dari pada baiknya.

tidak ada kata Tua

Pada masa Tuapun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar. Mazmur 92:15

Untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-80, George Bush Sr, merayakannya dengan terjun payung dari ketinggian 4.000 meter bersama tim parasutnya. Diusia ke 88, John Wesley masih berkhotbah dengan semangat. Sedangkan arsitek Frank Lloyd Wright menghasilkan karya monumental museum Guggenheim pada akhir hidupnya di usia 90 tahun. Mereka adalah mungkin orang-orang yang seperti digambarkan pepatah Tiongkok, “jahe semakin tua akan semakin pedas”. Atau di dalam negeri, “tua-tua keladi, makin tua makin menjadi”.

Sekalipun dalam dunia kerja ada batasan usia produktif, dalam hal menjadi berkat bagi sesame, usia sama sekali bukanlah halangan. Banyak tokoh mendapatkan kesempatan menghasilkan mahakarya justru pada usia tua. Waktu dapat mengubah kulit atau fisik kita menjadi tua, tetapi semangat yang patahlah yang akan mengubah jiwa menjadi tua. Jika anda tak dapat lagi bermimpi, jika harapan membeku, jika anda sudah tidak dapat lagimemandang ke depan, jika nyala ambisi sudah redup, maka anda sebenarnya sedang menjadi tuameski secara usia anda masih muda. Tetapi jika anda dapat selalu mengambil sari dalam hidup ini, jika anda tetap mengobarkan semangat dalam hidup, jika anda mempunyai kasih saying untuk dibagikan, maka berapapun tahun-tahun yang sudah anda lalui, jiwa anda sebenarnya tetap muda dan segar.

Alkitab mencatat dalam Ulangan 34:7, “Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang. “Bahkan pada saat kaleb berumur 85 tahun ia berkata, “Pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk” (Yoh 14:11). Tua atau muda, berkarya atau pension bukan ditentukan oleh berapa usia kita saat ini. Yang terpenting adalah, apakah kita masih tetap berbuah? Tetaplah berkarya karena tidak aka nada yang dapat menghambat ide brilian anda, bahkan usia sekalipun.

Tuhan itu Baik

Roma 8:28
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.

Ada dua orang yang mengadakan perjalanan bersama. Mereka membawa seekor keledai untuk mengangkut barang-barang mereka, sebuah obor untuk menerangi jalan di waktu malam, dan seekor ayam, yang merupakan teman keledai itu. Ayam itu duduk di kepala keledai sepanjang perjalanan.

Salah seorang di antaranya sangat saleh, sedangkan seorang yang lainnya tidak percaya pada Tuhan. Sepanjang jalan mereka sering berbincang-bincang tentang Tuhan. "Tuhan itu sangat baik," kata orang yang pertama.

"Kita akan lihat jika pendapatmu itu bisa bertahan dalam perjalanan ini," kata orang yang kedua.
Menjelang petang, mereka tiba di sebuah desa kecil, dan mereka mencari tempat bermalam. Meskipun mereka sudah mencari kesana kemari, tapi tidak seorang pun menerima mereka. Dengan berat hati mereka meneruskan perjalanan sampai keluar kota itu, dan mereka memutuskan tidur di sana.

"Saya pikir kamu tadi bilang bahwa Tuhan itu baik," kata orang kedua dengan sinis.

"Tuhan telah memutuskan bahwa di sinilah tempat bermalam kita yang terbaik," jawab temannya.

Mereka memasang tempat tidur mereka di bawah sebuah pohon yang besar, di samping jalan menuju ke desa tadi, lalu mengikat keledai mereka lima meter dari tempat tidur mereka. Ketika mereka mau menyalakan obor, tiba-tiba terdengar suara gaduh. Seekor singa menerkam keledai mereka hingga mati dan menyeretnya untuk dimakan. Dengan segera kedua orang itu memanjat pohon agar selamat.

"Kamu masih bilang bahwa Tuhan itu baik?" kata orang yang kedua dengan marah.

"Jika singa itu tidak menerkam keledai kita, ia tentunya menyerang kita. Tuhan memang baik," jawab orang yang pertama.

Beberapa saat kemudian terdengar jeritan ayam mereka. Dari atas pohon, mereka bisa melihat bahwa seekor kucing liar telah menerkam ayam mereka dan menyeretnya ke sana kemari.

Sebelum orang kedua sempat berkata sesuatu, orang yang pertama mengatakan, "Jeritan ayam itu sekali lagi menyelamatkan kita. Tuhan itu baik."

Beberapa menit kemudian hembusan angin kencang memadamkan obor mereka, yang merupakan satu-satunya penghangat badan mereka di malam yang kelamitu. Sekali lagi orang yang kedua mengejek temannya. "Tampaknya kebaikan Tuhan terus bekerja sepanjang malam ini," katanya. Kali ini, orang yang pertama diam saja.

Pagi hari berikutnya kedua orang itu kembali menuju desa itu untuk mencari makanan. Mereka segera mendapati bahwa segerombolan besar perampok telah menyerang desa itu semalam dan merampok seluruh desa itu.

Mengetahui hal ini orang yang pertama berkata, "Akhirnya menjadi jelas bahwa Tuhan itu memang sangat baik. Seandainya kita bermalam di desa ini, maka kita pasti sudah dirampok bersama seluruh desa ini. Seandainya angin tidak memadamkan obor kita, maka para perampok itu, yang pasti melewati jalan di dekat tempat kita tidur, akan melihat kita dan merampok barang-barang kita. Jelas, Tuhan itu baik!!"